I. PENDAHULUAN
1. Konsep
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan
untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah
teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat
kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
tertentu.
Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian
lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data
sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukan masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut
berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang
dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif,
atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman
yang lebih sesuai
2. Klasifikasi
kesesuaian lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan
untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah
teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat
ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data
sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman
yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang
akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan.
Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan
terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya
kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila
komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. Struktur klasifikasi
kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut
tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.
Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat
ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable)
dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat
kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia
pada masing-masing skala pemetaan, kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat
semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong
ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1),
cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong
ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan
tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas
Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
Tabel Klasifikasi Kesesuian Lahan
No
|
Kelas
|
Keterangan
|
1
|
Kelas S1
|
Sangat Sesuai Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti
atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas
bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara
nyata.
|
2
|
Kelas S2
|
Cukup Sesuai Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas
ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan
(input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
|
3
|
Kelas S3
|
Sesuai Marginal Lahan
mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat
berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih
banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi factor pembatas pada
S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan
(intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
|
4
|
Kelas N
|
Tidak Sesuai karena mempunyai
faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Tabel
Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Modifikasi Sistem FAO, 1976)
No
|
Kelas
|
Uraian
|
Persyaratan yang
diperlukan
|
1
|
S1
|
Sangat Sesuai
Highly Suitable
|
Unit lahan mempunyai tidak lebih dari satu pembatas
ringan (optimal)
|
2
|
S2
|
Cukup Sesuai
Moderatly Suitable
|
Unit lahan mempunyai lebih dari satu pembatas ringan
dan/atau tidak mempunyai lebih dari satu faktor pembatas sedang
|
3
|
S3
|
Sesuai Bersyarat
Marginally Suit-able
|
Unit lahan mempunyai lebih dari satu pembatas dan/atau
tidak mempunyai lebih dari satu faktor pembatas berat
|
4
|
N1
|
Tidak Sesuai Saat Ini
Conditionally Not Suitable
|
Unit lahan mempunyai dua atau lebih pembatas berat yang
masih dapat diperbaiki
|
5
|
N2
|
Tidak Sesuai Permanen
Permanently Not Suitable
|
Unit lahan mempunyai faktor pembatas berat yang tidak
dapat diperbaiki
|
3. Pendekatan dalam Evaluasi Lahan
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan
parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan
karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.
“Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian”
(Djaenudin et al., 2003) dengan beberapa
modifikasi disesuaikan dengan kondisi setempat atau referensi lainnya, dan
dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detail (skala peta
1:50.000). Untuk evaluasi lahan pada skala 1:100.000-1:250.000 dapat mengacu
pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000) (Puslittanak,
1997).
II. KUALITAS DAN KARAKTERISTIK LAHAN
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang
bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan
karakteristik lahan (FAO, 1976).
1. TOPOGRAFI
5. MEDIA PERAKARAN
Sumber data, PPM (
Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
Tabel Pola Kajian Kesesuaian Lahan
No
|
Kualitas Lahan
|
Karakteristik Lahan
|
1.
|
Topografi
|
Ketinggian Tempat dan Topografi
|
2.
|
Temperatur (tc)
|
Temperatur rata -rata (oC)
|
3.
|
Ketersediaan air (wa)
|
Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering /bln
|
4
|
Ketersediaan oksigen (oa)
|
Drainase
|
5
|
Keadaan media
perakaran
(rc)
|
Tekstur,
Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)
|
6
|
Gambut
|
Ketebalan
(cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, Kematangan
|
7
|
Retensi hara (nr)
|
KTK
liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik (%)
|
8
|
Toksisitas (xc)
|
Salinitas
(dS/m)
|
9
|
Sodisitas (xn)
|
Alkalinitas/ESP
(%)
|
10
|
Bahaya sulfidik (xs)
|
Kedalaman
sulfidik (cm)
|
11
|
Bahaya erosi (eh)
|
Lereng
(%), Bahaya erosi
|
12
|
Bahaya banjir
(fh)
|
Genangan
|
13
|
Penyiapan lahan (lp)
|
Batuan
di permukaan (%), Singkapan batuan (%)
|
1. TOPOGRAFI
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah
bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan
laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi
matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel berikut :
Tabel Tinggi Permukaan Tanah dengan Tanaman Kelapa Sawit
No
|
Ketinggian
Permukaan
|
Kelas
|
1
|
0 – 200
|
S1
|
2
|
200 - 300
|
S2
|
3
|
300 – 400
|
S3
|
4
|
> 400
|
N-1
|
Sumber data, PPM ( Pusat
penelitian Perkebunan Marihat)
2.
TEMPRATUR
Tempratur Karakterisitik lahan dari variabel Temperatur
udara (tc) yang digunakan dalam penilaian kelas kesesuaian lahan, ditentukan
dari karakteristik Rata-rata Temperatur udara alam sekitarnya
Tabel Kesesuaian Suhu Udara Tanaman Kelapa Sawit
(Rerata)
No
|
Suhu
Udara/derajat Celcius
|
Kelas
|
1
|
25 - 28
|
S1
|
2
|
22 - 25
|
S2
|
3
|
20 - 22
|
S3
|
4
|
< 20
|
N-1
|
Sumber:
DJAENUDIN et
al. (2000)
3. KETERSEDIAAN
AIR
- Klimatologi Data Klimatologi dan Curah Hujan yang mewakili calon lokasi Pembangunan Perkebunan di dapat dari stasiun BMG terdekat. Data data ini diperlukan untuk mengantisipasi bulan basah dan bulan kering juga tingkat curah hujan pada calon lokasi perkebunan dengan indikator tingkat curah hujan rata kelayakan tanaman kelapa sawit, juga intensitas penyinaran matahari perharinya.
- Neraca Air Pengambilan data Neraca Air (water balance) suatu lokasi, akan memberi gambaran suatu daerah dalam keadaan kelebihan atau kekurangan air secara hidrologi dalam waktu tertentu. Neraca Air dapat digolongkan ke dalam Neraca Air Lokal dan Neraca Air Regional. Neraca Air Lokal diperlukan untuk mengetahui ketersedian air pertanian dari suatu kawasan terbatas pada kondisi hidrologi yang sama, sedangkan Neraca Air Regional diterapkan untuk suatu daerah aliran sungai yang menggambarkan keseimbangan sumberdaya airnya, untuk mengetahui terjadinya defisit atau surplus ketersediaan air.
a. Curah
Hujan
Jumlah curah hujan yang baik adalah 2.00 – 2500
mm/thn, tidak terdapat deficit air dan hujan agak merata sepanjang tahun. Hal
ini bukan berarti kurang dari 200 mm tidak baik, karena kebutuhan efekti
tanaman kelapa ssawit hanya 1.300 – 1500 mm, yang terpenting adalah tidak terdapat
defisit air 2500 mm. Lebih dari 2.500 mm juga bukan tidak baik asal saja curah
hujan tidak terlalu banyak misalnya lebih dari 180 hari (Lubis 1992).
Tabel
Kesesuaian Curah Hujan Tanaman Kelapa Sawit
No
|
Curah
Hujan (mm/thn)
|
Kelas
|
1
|
1700 - 2500
|
S1
|
2
|
1450 - 1700
|
S2
|
3
|
1250 - 1450
|
S3
|
4
|
< 1250
|
N-1
|
Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993
b. Bulan Kering
Adalah Penilaian terhadap ketersediaan air
dengan kondisi bulan kering t dengan tingkat kriteria sepertitable di bawah ini
Tabel Kesesuaian Bulan
Kering Tanaman Kelapa Sawit
No
|
Bulan Kering/Tahun
|
Kelas
|
1
|
< 1
|
S1
|
2
|
1- 2
|
S2
|
3
|
2 - 3
|
S3
|
4
|
< 3
|
N-1
|
Sumber
data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993
c. Kelembaban
tanah
Kelembaban
tanah merupakan faktor penting untuk kehidupan dan sangat menarik untuk dikaji.
Fungsi utama dari kelembaban tanah adalah mengontrol pembagian air hujan yang turun
ke bumi menjadi run off ataupun infiltrasi. Kelembaban tanah sangat penting untuk studi
potensi air dan studi neraca air.
Tabel Kesesuaian Kelembaban tanah
No
|
Kelembabab
Tanah/ % tase
|
Kelas
|
1
|
42
|
S1
|
2
|
36 - 42
|
S2
|
3
|
30 -36
|
S3
|
4
|
< 30
|
N-1
|
Sumber: DJAENUDIN et al. (2000)
Tabel Sebaran Curah Hujan di Indonesia
ZONA
|
KARAKTERISTIK
|
DISTRIBUSI
|
DAMPAK
|
1
|
Curah Hujan 1750
– 3000 mm
1 bulan kering;
lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Sumatera Utara
bagian timur, Aceh bagian timur, Bagian utara dan selatan Kepala Burung
Papua, Pantai utara Papua dan sebagian di selatan Papua
|
Water Deficit
sekitar 200 mm per tahun;
Sangat Sesuai
untuk Kelapa Sawit
|
2
|
Curah Hujan 1750
– 3000 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Hampir seluruh
wilayah Riau, Jambi bagian timur,Sumatera Selatan, Pulau Aru, sebagian kecil
di selatan Papua.
|
Water Deficit
rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di
musim kemarau.
|
3
|
Curah Hujan >
3000 mm ;
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam per hari
|
Aceh
bagian Barat, Sumatera Utara bagian Barat, Pulau Nias, Sumatera
Barat bagian utara.
|
Water Deficit
rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di
musim kemarau.
|
4
|
Curah Hujan 2500- 3000 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Kalimantan Barat
dan Papua bagian Barat
|
Water Deficit
kurang dari 200 mm per tahun; Sesuai untuk Kelapa Sawit
|
5
|
Curah Hujan >
3000 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Sumatera Barat
bagian selatan dan bagian utara Bengkulu
|
Water Deficit
rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di
musim kemarau.
|
6
|
Curah Hujan 1450
– 1750 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam
per hari
|
Sebagian kecil
di utara Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah (kecuali Palu dan sekitarnya) dan
bagian utara Maluku
|
Water Deficit
200 – 300 mm radiasi matahari lemah, sehingga produksi rendah.
|
7
|
Curah Hujan 1450
– 1750 mm
1 –
3 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Sumatera Selatan
bagian selatan, Bangka Belitung,Lampung bagian timur, sebagian kecil
Kalimantan Tengah, Hampir seluruh Sulawesi Selatan dan perbatasan Papua
dengan Papua Nugini bagian selatan
|
Water Deficit
300 – 400 mm, kontribusinya menyebabkan produksi sawit rendah.
|
8
|
Curah Hujan 1750–3000 mm
3 –
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari
|
Lampung bagian
barat dan sebagian kecil Jawa Barat
|
Water Deficit
200 – 300 mm, sehingga produksi rendah selama musim kemarau
|
9
|
Curah Hujan 1250
– 1450mm
3 –
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari
|
Palu dan
sekitarnya, hampir seluruh Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah dan Maluku
Selatan
|
Water Deficit
300 – 400mm, menyebabkan produksi sawit rendah.
|
10
|
Curah Hujan 1250
– 1450mm
>
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Bagian timur
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, bagian selatan Sulawesi Selatan
dan bagian selatan Sulawesi Tenggara.
|
Tidak Sesuai
untuk Kelapa Sawit
|
11
|
Curah Hujan <
1250 mm
>
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
|
Sebagian Nusa
Tenggara Barat dan seluruh Nusa Tenggara Timur
|
Sangat tidak
direkomendasikan untuk Kelapa Sawit.
|
4. KETERSEDIAAN OKSIGEN
Ketersediaan Oksigen di wakili oleh parameter drainase tanah, Drainase
tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang
menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan
pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman,
terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase
tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan
karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7
sering jenuh air dan kekurangan oksigen.
Karakterisitik lahan
dari variabel Ketersediaan Oksigen (oa) yang digunakan dalam penilaian kelas
kesesuaian lahan, ditentukan dari kondisi Drainase, yaitu:
Tabel Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan
No
|
Kelas
|
Klas Drainase
|
Uraian
|
1
|
S1
|
Baik (well
drained)
|
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya
menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah
demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan,
yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan
serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.
|
2
|
S1
|
Agak baik
(moderately
well drained)
|
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai
agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah
dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan
besi dan / atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50
cm.
|
3
|
S1
|
Agak
terhambat
(somewhat
poorly
drained)
|
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan
daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah
sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
|
4
|
S2
|
Agak cepat
(somewhat excessively
drained)
|
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya
menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau
tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley
(reduksi).
|
5
|
S3
|
Terhambat
(poorly
drained)
|
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah
untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk
padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan
besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
|
6
|
N
|
Cepat
(excessively
drained)
|
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai
sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk
tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna
gley (reduksi).
|
7
|
N
|
Sangat
terhambat
(very poorly
drained)
|
Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan
daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara
permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah
demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi)
permanen sampai pada lapisan permukaan.
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah
dan World Agroforestry Centre
Keadaan penampang tanah pada tanah-tanah yang berdrainase baik,
agak baik, agak terhambat dan sangat terhambat
5. MEDIA PERAKARAN
a. Tekstur
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm)
yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti
disajikan pada Tabel berikut, atau berdasarkan data hasil analisis di
laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar
dibawah ini
Tabel Pengelompokan
kelas tekstur
No
|
Pengkelompokkan
|
Kode
|
Uraian
|
1
|
Halus
|
h
|
Liat berpasir, liat, liat
berdebu
|
2
|
Agak
halus
|
ah
|
Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung
liat berdebu
|
3
|
Sedang
|
s
|
Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu,
debu
|
4
|
Agak
kasar
|
ak
|
Lempung berpasir
|
5
|
Kasar
|
k
|
Pasir, pasir berlempung
|
6
|
Sangat
halus
|
sh
|
Liat
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Tabel Kelas dan Tekstur sifat Lahan
No
|
Kelas Tekstur
|
Code
|
Sifat Tanah
|
1
|
Pasir
|
S
|
Sangat kasar sekali, tidak
membentuk gulungan, serta tidak melekat
|
2
|
Pasir berlempung
|
LS
|
Sangat kasar, membentuk bola
yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
|
3
|
Lempung berpasir
|
SL
|
Agak kasar, membentuk bola
yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
|
4
|
Lempung
|
L
|
Rasa tidak kasar dan tidak
licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat, dan melekat.
|
5
|
Lempung berdebu
|
SiL
|
Licin membentuk bola teguh,
dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat serta serta agak melekat.
|
6
|
Debu
|
Si
|
Rasa licin sekali, membentuk
bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak
melekat.
|
7
|
Lempung berliat
|
CL
|
Rasa agak kasar, membentuk
bola teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur serta agak melekat.
|
8
|
Lempung berliat
|
SCL
|
Rasa kasar agak jelas,
membentuk bola teguh (lembab) membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta
melekat.
|
9
|
Lempung liat berdebu
|
SiCL
|
Rasa licin jelas, membentuk
bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.
|
10
|
Liat berpasir
|
SC
|
Rasa licin agak kasar,
membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta
melekat.
|
11
|
Liat berdebu
|
SiC
|
Rasa agak licin, membentuk
bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung serta melekat .
|
12
|
Liat
|
C
|
Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering
sangat keras, basah sangat melekat.
|
Pyramida
Textur Tanah
b. Bahan
kasar
adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap
lapisan tanah
Tabel Bahan Kasar
No
|
Uraian
|
Klas Lahan
|
% Tase
|
1
|
Sedikit
|
S1
|
<
15%
|
2
|
Sedang
|
S2
|
15% –
35%
|
3
|
Banyak
|
S3
|
35% -
60%
|
4
|
Sangat
Banyak
|
N-1
|
>
60%
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
c. Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi atas
kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi, jika
bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, makan bagian tersebut
yang dipakai sebagai batas kedalaman tanah, sebaliknya, jika bagian yang telah
mengalami pelapukansangat dalam, maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut
tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi.
Pada umumnya pembatasan tanah dalam bidang pertanian
dibatasi kedalam sekitar 2,0 m, kedalaman ini sangat berbeda dengan kedalaman
tanah dibidang ketehnikan yang dapat mencapai puluhan meter (Islamo dan Utomo,
1995) Kedalaman tanah berhubungan dengan ketebalan lapisan atas dan lapisan
bawah sampai lapisan batuan induk, tanah dangkal merupakan masalah terbesar
dalam managemen lahan dan perkembangannya. Tanah dengan kedalaman dangkal akan
membatasi ketersediaan air dan pertumbuhan akar, demikian juga pada areal yang
datar dengan permeabilitas rendah akan mungkin tergenang secara musiman (Baja,
2002)
Tabel
Kedalaman tanah
No
|
Uraian
|
Klas Lahan
|
Kedalaman
|
1
|
Dalam
|
S1
|
>
75 cm
|
2
|
Sedang
|
S2
|
50 –
75 cm
|
3
|
Dangkal
|
S3
|
20 –
50 cm
|
4
|
Sangat
Dangkal
|
N-1
|
<
20 cm
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
6. KONDISI
GAMBUT
Gambut
diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari
tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan
tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
- Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
- Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
- Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.
Tabel Kedalam Gambut
No
|
Uraian
|
Kedalaman
|
1
|
Dangkal
|
50 -
100 cm
|
2
|
Sedang
|
100 -
200 cm
|
3
|
Dalam
|
200 -
300 cm
|
4
|
Sangat
Dalam
|
<
300 cm
|
Berdasarkan tingkat
kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
- gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut.
- mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang
- gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik (Radjagukguk 1997)
Karakterisitik lahan
dari variabel Kondisi Gambut ditentukan dari 3 (tiga) karakteristik berikut,
yaitu:
a. Ketebalan
Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari sisa-sisa
vegetasi hutan rawa air payau (mangrove) atau hutan rawa air tawar. Faktor
penting yang berpengaruh terhadap pembentukan gambut adalah iklim, topografi
dan sifat kimia dari air tanah. Oleh sebab itu, sebagian besar gambut yang ada
terbentuk di daerah subtropiks yakni jika:
- Tanaman dapat tumbuh dan mengalami akumulasi pada kondisi tergenang, penyediaan hara untuk tanaman dimungkinkan karena air tergenang masih kaya unsur mineral, maka akan terbentuk gambut bansin atau fen peat;
- Penyebaran curah hujan tahunan melebihi evaporasi tanah maka akan terbentuk kubah gambut. Gambut di kawasan tropik bahan penyusunnya berasal dari tumbuhan berkayu yang mempunyai waktu regenerasi sangat panjang. (Noor, 2001).
Tabel Ketebalan gambut
No
|
Uraian
|
Klas Lahan
|
Ketebalan
|
1
|
Tipis
|
S1
|
>
60 cm
|
2
|
Sedang
|
S2
|
60 -
100 cm
|
3
|
Agak
Tebal
|
S3
|
100 -
200 cm
|
4
|
Tebal
|
N-1
|
<
200 cm
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
b. Gambut
dengan Sisipan/Pengkayaan Bahan Mineral:
Adalah Penilaian terhadap lahan
termasuk tanah gambut tetapi dengan sisipan /pengkayaan bahan mineral dengan
ketebalan yang ditetapkan sesuai table berikut
Tabel Sisipan/Pengkayaan Gambut
No
|
Kelas Kesesuaian
|
Kedalaman
|
1
|
S1
|
<
140 cm
|
2
|
S2
|
140 -
200 cm
|
3
|
S3
|
200 -
400 cm
|
4
|
N
|
<
400 cm
|
Sumber
: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
c. Tingkat
Kematangan Gambut
Adalah Penilaian terhadap tanah dengan tingkat
kematangan gambut dengan tingkat criteria sebagai berikut table di bawah ini
Tabel Tingkat Kamatangan Gambut
No
|
Kelas
|
Kategori
|
1
|
S1
|
safrik
+
|
2
|
S2
|
hemik
+ s/d safrik
|
3
|
S3
|
fibrik
+ s/d hemik
|
4
|
N
|
fibrik
|
Sumber
: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
7. RETENSI
HARA
Retensi hara merupakan kemampuan untuk
memegang dan melepaskan hara, dalam retensi hara ini dipengaruhi oleh, Kapasitas tukar kation (KTK) dan Reaksi
Tanah. Karakterisitik
lahan dari variabel Retensi Hara (nr) ditentukan dari 4 (empat) karakteristik
berikut, yaitu:
a. KTK Liat
Apabila KTK liat
- lebih besar dari 16 cmol maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1
- Lebih kecil atau sama dengan 16 cmol, maka kelas kesesuaian lahan S2.
b. Kejenuhan
Basa
Nilai kejenuhan
basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation (KTK) yang
ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium, magnesium, dan
natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah.
Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB.
Laju pelepasan kation terjerab bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan
basa tanah. Kejenuhan basa tanah berkisar 50%-80% tergolong mempunyai kesuburan
sedang dan dikatakan tidak subur jika kurang dari 50% (Tan, 1991).
Apabila prosentase
kejenuhan basa:
- Lebih dari 50% maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
- Antara 35% s/d 50%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2; dan
- Kurang dari 35%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3.
c. Keasaman
Tanam
Keasaman atau kealkalian tanah (pH tanah)
adalah suatu parameter penunjuk keaktifan ion H+ dalam suatu larutan , yang
berkesetimbangan dengan H- tidak terdesosiasi dari senyawa-senyawa dapat larut
dan tidak larut yang ada didalam sistem. Jadi intensitas keasaman dari suatu
sistem dinyatakan dengan ph dan kapasitas keasaman dinyatakan dengan takaran H+
terdesosiasi ditambah H- tidak terdesosiasi dalam sistem. Sistem tanah yang
dirajai oleh ion-ion H+ akan bersuasana asam.
Penyebaba keasaman tanah adalah ion H+
dan Al3+ yang berada dalam larutan tanah dan kompleks jerapan. Kedua kation ini
mempengaruhi keasaman tanah dengan cara berbeda. Perbedaan itu berkaitan dengan
sumber dan watak muatan yang menjerap kation-kation itu.(Buckman dan
Brady,1972)
Tabel Kelas pH tanah
No
|
Uraian
|
Ph Tanah
|
1
|
Sangat Masam
|
< 4,5
|
2
|
Masam
|
4,5 – 5,5
|
3
|
Agak Masam
|
5,6 – 6,5
|
4
|
Netral
|
6.6 – 7,5
|
5
|
Agak Alkalis
|
7,6 – 8,5
|
6
|
Alkalis
|
> 8,5
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Tabel Kemasaman
Tanah Berdasarkan Kelas Lahan
No
|
Uraian
|
Ph Tanah
|
1
|
S1
|
5,0 – 6,0
|
2
|
S2
|
4,0 – 5,0
6,0 -6,5
|
3
|
S3
|
3,5 – 4,0
6,5 – 7,0
|
4
|
N
|
<
3,5
> 7,0
|
Sumber
data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
d. C-organik:
Apabila prosentase
kandungan C-organik tanah:
·
Lebih dari 0,4% maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1
·
Sama dengan 0,4%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan
S2.
8. TOKSISITAS
Karakterisitik lahan
dari variabel Toksisitas (xc) ditentukan dari karakteristik: Salinitas (dS/m),
yaitu apabila salinitas:
- Kurang dari 4 (dS/m) maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
- Antara 4 dS/m s/d 6 dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
- Antara 6 dS/m s/d 8 dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
- Lebih dari 8 dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.
9. SODISITAS
Karakterisitik lahan dari variabel
Sodisitas (xn) ditentukan dari karakteristik: Prosentase Alkalinitas atau
Prosentase ESP, yaitu apabila prosentase alkalinitas
- Kurang dari 15%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
- Antara 15% s/d 20%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
- Antara 20% s/d 25%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
- Lebih dari 25%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.
10. BAHAYA SULFIDIK
Karakterisitik lahan dari variabel
Bahaya Sulfidik (xs) ditentukan dari karakteristik: Kedalaman Sulfidik (cm),
yaitu:
Apabila kedalaman sulfidik:
- Lebih dari 100 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
- Antara 75 cm s/d 100 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
- Antara 40 cm s/d 75 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
- Kurang dari 40 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.
11. BAHAYA EROSI
Tingkat
bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara
memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill
erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi
tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan
memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan
tanah yang tidak tererosi
a. Kelerengan
Secara umum kelerengan lahan dihitung berdasarkan % tase
dan relief muka bumi seperti pada table berikut :
Tabel Kelas Lereng Lahan
No
|
Relief
|
Lereng (%)
|
1
|
Datar
|
< 3
|
2
|
Berombak/agak melandai
|
3-8
|
3
|
Bergelombang/melandai
|
8-15
|
4
|
Berbukit
|
15-30
|
5
|
Bergunung
|
30-40
|
6
|
Bergunung curam
|
40-60
|
7
|
Bergunung sangat curam
|
> 60
|
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Karakterisitik lahan
dari variabel Kelerengan ditentukan dari karakteristik lereng relief muka bumi
berdasarkan kelas lahan untuk kelayakan kesesuaian lahan
Tabel Prosentase Lereng
No
|
Lereng %
|
Uraian
|
Kelas
|
1
|
0 - 8
|
- Datar
- Berombak/agak melandai
|
S1
|
2
|
8 - 15
|
- Bergelombang /Melandai
|
S2
|
3
|
15 - 30
|
- Berbukit
|
S3
|
4
|
> 30
|
- Berbukit
- Bergunung
- Bergunung curam
- Bergunung sangat curam
|
N
|
Sumber data, PPM (
Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
b.
Bahaya Erosi
Karakterisitik lahan dari variabel Kelerengan
ditentukan dari karakteristik bahaya erosi pengikisan permukaan tanah.
Tabel Bahaya Erosi Pengikisan
Permukaan Tanah
No
|
Tingkat Bahaya Erosi
|
Kode
|
Jumlah Tanah Permukaan yang Hilang (cm)
|
Kelas
|
1
|
Sangat
Ringan
|
sr
|
< 0,15
|
S1
|
2
|
Ringan
|
r
|
0,15 – 0,9
|
S2
|
3
|
Sedang
|
s
|
0,9 – 1,8
|
S2
|
4
|
Berat
|
b
|
1,8 – 4,8
|
S3
|
5
|
Sangat
Berat
|
sb
|
> 4,8
|
N
|
12. BAHAYA BANJIR
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman
banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui
wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol
Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya
banjir)
Tabel Kelas Bahaya Banjir
Symbol
|
Klas Bahaya Banjir
|
Kedalam Banjir (x)
Dalam (cm)
|
Lama Banjir (y)
(Bulan/Tahun
|
Kelas
|
F0
|
Tidak Ada
|
Dapat diabaikan
|
Dapat diabaikan
|
S1
|
F1
|
Ringan
|
< 25
|
< 1
|
S2
|
25-50
|
< 1
|
|||
50 - 150
|
< 1
|
|||
> 150
|
< 1
|
|||
F2
|
Sedang
|
< 25
|
1- 3
|
S3
|
25-50
|
1- 3
|
|||
50 - 150
|
1- 3
|
|||
> 150
|
< 1
|
|||
F3
|
Agak Berat
|
< 25
|
3 - 6
|
N
|
25-50
|
3 - 6
|
|||
50 - 150
|
3 - 6
|
|||
F4
|
Berat
|
< 25
|
> 6
|
N
|
25-50
|
> 6
|
|||
50 - 150
|
> 6
|
|||
> 150
|
1- 3
|
|||
> 150
|
3 - 6
|
|||
> 150
|
> 6
|
Sumber
: Balai Penelitian Tanah dan
World Agroforestry Centre
PEDOMAN
PENGHITUNGAN KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT
Tabel
Kondisi Fisik Lahan Sebagai Factor Pembatas
No
|
FAKTOR PEMBATAS
|
LAHAN
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N-1
|
||
1
|
Ketinggian Tempat
|
||||
Letak dan Tinggi Tempat (m)
|
0 – 200
|
200 - 300
|
300 - 400
|
> 400
|
|
2
|
Iklim
|
||||
Curah hujan /
Thn / (mm)
|
>1.700
|
1.700 –1.450
|
1.450–1.250
|
< 1.250
|
|
Temperature (
C )
|
23 – 25
|
23 - 25
|
23 - 25
|
23 - 25
|
|
Jam penyinaran
matahari
|
6
|
6
|
6
|
6
|
|
Kelembaban ( %
)
|
80
|
80
|
80
|
80
|
|
Bulan Kering
|
< 1
|
1 - 2
|
2 - 3
|
> 3
|
|
Angin
|
Lemah Sedang
|
Lemah Sedang
|
Lemah Sedang
|
Lemah Sedang
|
|
3
|
Bentuk Wilayah
|
||||
Lereng
|
0 – 15
|
16 - 25
|
25 - 26
|
36
|
|
Drainage
|
Baik, sedang
|
Agak terhambat
Agak cepat
|
Cepat terhambat
|
Sangat cepat,
sangat
terhambat,
selalu terhambat
|
|
4
|
Tanah
|
||||
Tekstur
|
SiL,
SCL, SiCL, CL
|
L, SL
|
L, LS
|
Cl, S
|
|
Batuan Kerikil
|
< 3
|
3 - 15
|
15 - 40
|
< 40
|
|
Kedalaman
Efektif Tanah
|
< 100
|
50 - 100
|
25 - 50
|
< 25
|
|
Kedalaman
Solum Tanah
|
100
|
80
|
60- 80
|
< 60
|
|
Kedalaman air
(cm)
|
80
|
60 - 80
|
50 - 60
|
40 - 50
|
|
PH
|
5,0 – 6,0
|
4.0 – 5,0
6,0 – 6,5
|
3.5 – 4,0
6,5 – 7,0
|
< 3,5
> 7,0
|
Sumber data, PPM ( Pusat penelitian
Perkebunan Marihat)
No comments:
Post a Comment