Kesesuaian Lahan

I. PENDAHULUAN

1. Konsep
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai

2. Klasifikasi kesesuaian lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan.
Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.

Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).

Tabel Klasifikasi Kesesuian Lahan

No
Kelas
Keterangan
1
Kelas S1
Sangat Sesuai Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
2
Kelas S2
Cukup Sesuai Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
3
Kelas S3
Sesuai Marginal  Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi factor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
4
Kelas N
Tidak Sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre


Tabel Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Modifikasi Sistem FAO, 1976)

No
Kelas
Uraian
Persyaratan yang diperlukan
1
S1
Sangat Sesuai 
Highly Suitable
Unit lahan mempunyai tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal)
2
S2
Cukup Sesuai
Moderatly Suitable
Unit lahan mempunyai lebih dari satu pembatas ringan dan/atau tidak mempunyai lebih dari satu faktor pembatas sedang
3
S3
Sesuai Bersyarat
Marginally Suit-able
Unit lahan mempunyai lebih dari satu pembatas dan/atau tidak mempunyai lebih dari satu faktor pembatas berat
4
N1
Tidak Sesuai Saat Ini
Conditionally Not Suitable
Unit lahan mempunyai dua atau lebih pembatas berat yang masih dapat diperbaiki
5
N2
Tidak Sesuai Permanen
Permanently Not Suitable
Unit lahan mempunyai faktor pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki

3. Pendekatan dalam Evaluasi Lahan
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.

“Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian” (Djaenudin et al., 2003) dengan beberapa modifikasi disesuaikan dengan kondisi setempat atau referensi lainnya, dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detail (skala peta 1:50.000). Untuk evaluasi lahan pada skala 1:100.000-1:250.000 dapat mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000) (Puslittanak, 1997).

II. KUALITAS DAN KARAKTERISTIK LAHAN

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan  Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).


Tabel Pola Kajian Kesesuaian Lahan

No
Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
1.
Topografi
Ketinggian Tempat dan Topografi
2.
Temperatur (tc)
Temperatur rata -rata (oC)
3.
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering /bln
4
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
5
Keadaan media perakaran
(rc)
Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)
6
Gambut
Ketebalan (cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, Kematangan
7
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik (%)
8
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
9
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
10
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
11
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%), Bahaya erosi
12
Bahaya banjir (fh)
Genangan
13
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)

1. TOPOGRAFI

Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel berikut :

Tabel Tinggi Permukaan Tanah dengan  Tanaman Kelapa Sawit

No
Ketinggian Permukaan
Kelas
1
0 – 200
S1
2
200 - 300
S2
3
300 – 400
S3
4
> 400
N-1
                                    Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)


2. TEMPRATUR
Tempratur  Karakterisitik lahan dari variabel Temperatur udara (tc) yang digunakan dalam penilaian kelas kesesuaian lahan, ditentukan dari karakteristik Rata-rata Temperatur udara alam sekitarnya

Tabel Kesesuaian Suhu Udara Tanaman Kelapa Sawit (Rerata)

No
Suhu Udara/derajat Celcius
Kelas
1
25 - 28
S1
2
22 - 25
S2
3
20 - 22
S3
4
< 20
N-1
                                    Sumber: DJAENUDIN et al. (2000)


3. KETERSEDIAAN AIR
  • Klimatologi Data Klimatologi dan Curah Hujan yang mewakili calon lokasi Pembangunan Perkebunan di dapat dari stasiun BMG terdekat. Data data ini diperlukan untuk mengantisipasi bulan basah dan bulan kering juga tingkat curah hujan pada calon lokasi perkebunan dengan indikator tingkat curah hujan rata kelayakan tanaman kelapa sawit, juga intensitas penyinaran matahari perharinya.
  • Neraca Air Pengambilan data Neraca Air  (water balance) suatu lokasi, akan memberi gambaran suatu daerah dalam keadaan kelebihan atau kekurangan air secara hidrologi dalam waktu tertentu.  Neraca Air dapat digolongkan ke dalam Neraca Air Lokal dan Neraca Air Regional.  Neraca Air Lokal diperlukan untuk mengetahui ketersedian air pertanian dari suatu kawasan terbatas pada kondisi hidrologi yang sama, sedangkan Neraca Air Regional diterapkan untuk suatu daerah aliran sungai yang menggambarkan keseimbangan sumberdaya airnya, untuk mengetahui terjadinya defisit atau surplus ketersediaan air. 
a.    Curah Hujan
Jumlah curah hujan yang baik adalah 2.00 – 2500 mm/thn, tidak terdapat deficit air dan hujan agak merata sepanjang tahun. Hal ini bukan berarti kurang dari 200 mm tidak baik, karena kebutuhan efekti tanaman kelapa ssawit hanya 1.300 – 1500 mm, yang terpenting adalah tidak terdapat defisit air 2500 mm. Lebih dari 2.500 mm juga bukan tidak baik asal saja curah hujan tidak terlalu banyak misalnya lebih dari 180 hari (Lubis 1992).

Tabel Kesesuaian Curah Hujan Tanaman Kelapa Sawit

No
Curah Hujan (mm/thn)
Kelas
1
1700 - 2500
S1
2
1450 - 1700
S2
3
1250 - 1450
S3
4
< 1250
N-1
                                 Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993

b.    Bulan Kering
Adalah Penilaian terhadap ketersediaan air dengan kondisi bulan kering t dengan tingkat kriteria sepertitable di bawah ini

Tabel Kesesuaian Bulan Kering Tanaman Kelapa Sawit

No
Bulan Kering/Tahun
Kelas
1
< 1
S1
2
1- 2
S2
3
2 - 3
S3
4
< 3
N-1
                                    Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993

c.    Kelembaban tanah
Kelembaban tanah merupakan faktor penting untuk kehidupan dan sangat menarik untuk dikaji. Fungsi utama dari kelembaban tanah adalah mengontrol pembagian air hujan yang turun ke bumi menjadi run off ataupun infiltrasi. Kelembaban tanah sangat penting untuk studi potensi air dan studi neraca air.

Tabel Kesesuaian Kelembaban tanah

No
Kelembabab Tanah/ % tase
Kelas
1
42
S1
2
36 - 42
S2
3
30 -36
S3
4
< 30
N-1
                                     Sumber: DJAENUDIN et al. (2000)


Tabel Sebaran Curah Hujan di Indonesia

ZONA
KARAKTERISTIK
DISTRIBUSI
DAMPAK

1

Curah Hujan 1750 – 3000 mm  
1 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sumatera Utara bagian timur, Aceh bagian timur, Bagian utara dan selatan Kepala Burung Papua, Pantai utara Papua dan sebagian di selatan Papua

Water Deficit sekitar 200 mm per tahun;

Sangat Sesuai untuk Kelapa Sawit

2

Curah Hujan 1750 – 3000 mm  
1 – 2  bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Hampir seluruh wilayah Riau, Jambi bagian timur,Sumatera Selatan, Pulau Aru, sebagian kecil di selatan Papua.

Water Deficit rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di musim kemarau.

3

Curah Hujan > 3000 mm ;
1 – 2  bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam per hari

Aceh bagian  Barat, Sumatera Utara bagian Barat, Pulau Nias, Sumatera Barat bagian utara.

Water Deficit rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di musim kemarau.

4

Curah Hujan 2500- 3000 mm  
1 – 2  bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Kalimantan Barat dan Papua bagian Barat

Water Deficit kurang dari 200 mm per tahun; Sesuai untuk Kelapa Sawit

5

Curah Hujan > 3000 mm 
1 – 2  bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sumatera Barat bagian selatan dan bagian utara Bengkulu

Water Deficit rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di musim kemarau.

6

Curah Hujan 1450 – 1750 mm 
1 – 2  bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5  jam per hari

Sebagian kecil di utara Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah (kecuali Palu dan sekitarnya) dan bagian utara Maluku

Water Deficit 200 – 300 mm radiasi matahari lemah, sehingga produksi rendah.

7

Curah Hujan 1450 – 1750 mm 
1 – 3  bulan kering; lama penyinaran matahari 6  jam per hari

Sumatera Selatan bagian selatan, Bangka Belitung,Lampung bagian timur, sebagian kecil Kalimantan Tengah, Hampir seluruh Sulawesi Selatan dan perbatasan Papua dengan Papua Nugini bagian selatan

Water Deficit 300 – 400 mm, kontribusinya menyebabkan produksi sawit rendah.

8

Curah Hujan 1750–3000  mm 
3 – 4  bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari

Lampung bagian barat dan sebagian kecil Jawa Barat

Water Deficit 200 – 300 mm, sehingga produksi rendah selama musim kemarau

9

Curah Hujan 1250 – 1450mm 
3 – 4  bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari

Palu dan sekitarnya, hampir seluruh Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah dan Maluku Selatan

Water Deficit 300 – 400mm, menyebabkan produksi sawit rendah.

10

Curah Hujan 1250 – 1450mm 
> 4  bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Bagian timur Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, bagian selatan Sulawesi Selatan dan bagian selatan Sulawesi Tenggara.

Tidak Sesuai untuk Kelapa Sawit

11

Curah Hujan < 1250 mm 
> 4  bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari

Sebagian Nusa Tenggara Barat dan seluruh Nusa Tenggara Timur

Sangat tidak direkomendasikan untuk Kelapa Sawit.


4. KETERSEDIAAN OKSIGEN
Ketersediaan Oksigen di wakili oleh parameter drainase tanah, Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan kekurangan oksigen.

Karakterisitik lahan dari variabel Ketersediaan Oksigen (oa) yang digunakan dalam penilaian kelas kesesuaian lahan, ditentukan dari kondisi Drainase, yaitu:

Tabel Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan

No
Kelas
Klas Drainase
Uraian
1
S1
Baik (well
drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.
2
S1
Agak baik
(moderately
well drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan / atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.
3
S1
Agak
terhambat
(somewhat
poorly
drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
4
S2
Agak cepat
(somewhat excessively
drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
5
S3
Terhambat
(poorly
drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
6
N
Cepat
(excessively
drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
7
N
Sangat
terhambat
(very poorly
drained)
Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
                Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre


Keadaan penampang tanah pada tanah-tanah yang berdrainase baik, agak baik, agak terhambat dan sangat terhambat


5. MEDIA PERAKARAN
a.    Tekstur
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan pada Tabel berikut, atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar dibawah ini

Tabel Pengelompokan kelas tekstur

No
Pengkelompokkan
Kode
Uraian
1
Halus
h
Liat berpasir, liat, liat berdebu
2
Agak halus
ah
Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
3
Sedang
s
Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
4
Agak kasar
ak
Lempung berpasir
5
Kasar
k
Pasir, pasir berlempung
6
Sangat halus
sh
Liat
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre


Tabel Kelas dan Tekstur  sifat Lahan

No
Kelas Tekstur
Code
Sifat Tanah
1
Pasir
S
Sangat kasar sekali, tidak membentuk gulungan, serta tidak melekat
2
Pasir berlempung
LS
Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
3
Lempung berpasir
SL
Agak kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
4
Lempung
L
Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.
5
Lempung berdebu
SiL
Licin membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat serta serta agak melekat.
6
Debu
Si
Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.
7
Lempung berliat
CL
Rasa agak kasar, membentuk bola teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur  serta agak melekat.
8
Lempung berliat
SCL
Rasa kasar agak jelas, membentuk bola teguh (lembab) membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.
9
Lempung liat berdebu
SiCL
Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.
10
Liat berpasir
SC
Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.
11
Liat berdebu
SiC
Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung serta melekat .
12
Liat
C
Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat melekat.















Pyramida Textur Tanah


      b.  Bahan kasar
adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan tanah
Tabel Bahan Kasar
No
Uraian
Klas Lahan
% Tase
1
Sedikit
S1
< 15%
2
Sedang
S2
15% – 35%
3
Banyak
S3
35% - 60%
4
Sangat Banyak
N-1
> 60%
                              Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre

c.    Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi atas kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi, jika bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, makan bagian tersebut yang dipakai sebagai batas kedalaman tanah, sebaliknya, jika bagian yang telah mengalami pelapukansangat dalam, maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi. 

Pada umumnya pembatasan tanah dalam bidang pertanian dibatasi kedalam sekitar 2,0 m, kedalaman ini sangat berbeda dengan kedalaman tanah dibidang ketehnikan yang dapat mencapai puluhan meter (Islamo dan Utomo, 1995) Kedalaman tanah berhubungan dengan ketebalan lapisan atas dan lapisan bawah sampai lapisan batuan induk, tanah dangkal merupakan masalah terbesar dalam managemen lahan dan perkembangannya. Tanah dengan kedalaman dangkal akan membatasi ketersediaan air dan pertumbuhan akar, demikian juga pada areal yang datar dengan permeabilitas rendah akan mungkin tergenang secara musiman (Baja, 2002)

Tabel Kedalaman tanah

No
Uraian
Klas Lahan
Kedalaman
1
Dalam
S1
> 75 cm
2
Sedang
S2
50 – 75 cm
3
Dangkal
S3
20 – 50 cm
4
Sangat Dangkal
N-1
< 20 cm
                              Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre


6. KONDISI GAMBUT
Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
  • Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
  • Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
  • Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.
Tabel Kedalam Gambut

No
Uraian
Kedalaman
1
Dangkal
50 - 100 cm
2
Sedang
100 - 200 cm
3
Dalam
200 - 300 cm
4
Sangat Dalam
< 300 cm


Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
  • gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut.
  • mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang
  • gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik (Radjagukguk 1997)
Karakterisitik lahan dari variabel Kondisi Gambut ditentukan dari 3 (tiga) karakteristik berikut, yaitu:

a.    Ketebalan Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari sisa-sisa vegetasi hutan rawa air payau (mangrove) atau hutan rawa air tawar. Faktor penting yang berpengaruh terhadap pembentukan gambut adalah iklim, topografi dan sifat kimia dari air tanah. Oleh sebab itu, sebagian besar gambut yang ada terbentuk di daerah subtropiks yakni jika: 
  • Tanaman dapat tumbuh dan mengalami akumulasi pada kondisi tergenang, penyediaan hara untuk tanaman dimungkinkan karena air tergenang masih kaya unsur mineral, maka akan terbentuk gambut bansin atau fen peat;
  • Penyebaran curah hujan tahunan melebihi evaporasi tanah maka akan terbentuk kubah gambut. Gambut di kawasan tropik bahan penyusunnya berasal dari tumbuhan berkayu yang mempunyai waktu regenerasi sangat panjang. (Noor, 2001).
Tabel Ketebalan gambut

No
Uraian
Klas Lahan
Ketebalan
1
Tipis
S1
> 60 cm
2
Sedang
S2
60 - 100 cm
3
Agak Tebal
S3
100 - 200 cm
4
Tebal
N-1
< 200 cm
                              Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre

b.    Gambut dengan Sisipan/Pengkayaan Bahan Mineral:
Adalah Penilaian terhadap  lahan termasuk tanah gambut tetapi dengan sisipan /pengkayaan bahan mineral dengan ketebalan yang ditetapkan sesuai table berikut

Tabel Sisipan/Pengkayaan Gambut

No
Kelas Kesesuaian
Kedalaman
1
S1
< 140 cm
2
S2
140 - 200 cm
3
S3
200 - 400 cm
4
N
< 400 cm
                                            Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre

c.    Tingkat Kematangan Gambut 
Adalah Penilaian terhadap tanah dengan tingkat kematangan gambut dengan tingkat criteria sebagai berikut table di bawah ini

Tabel Tingkat Kamatangan Gambut

No
Kelas
Kategori
1
S1
safrik +
2
S2
hemik + s/d safrik
3
S3
fibrik + s/d  hemik
4
N
fibrik
                                            Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre


7.  RETENSI HARA
Retensi hara merupakan kemampuan untuk memegang dan melepaskan hara, dalam retensi hara ini dipengaruhi oleh,  Kapasitas tukar kation (KTK) dan Reaksi Tanah. Karakterisitik lahan dari variabel Retensi Hara (nr) ditentukan dari 4 (empat) karakteristik berikut, yaitu:

a.    KTK Liat
Apabila KTK liat
  • lebih besar dari 16 cmol maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1
  • Lebih kecil atau sama dengan 16 cmol, maka kelas kesesuaian lahan S2.
b.    Kejenuhan Basa
Nilai kejenuhan basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation (KTK) yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium, magnesium, dan natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju pelepasan kation terjerab bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa tanah. Kejenuhan basa tanah berkisar 50%-80% tergolong mempunyai kesuburan sedang dan dikatakan tidak subur jika kurang dari 50% (Tan, 1991).

Apabila prosentase kejenuhan basa:
  • Lebih dari 50% maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
  • Antara 35% s/d 50%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2; dan
  • Kurang dari 35%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3.
c.    Keasaman Tanam
Keasaman atau kealkalian tanah (pH tanah) adalah suatu parameter penunjuk keaktifan ion H+ dalam suatu larutan , yang berkesetimbangan dengan H- tidak terdesosiasi dari senyawa-senyawa dapat larut dan tidak larut yang ada didalam sistem. Jadi intensitas keasaman dari suatu sistem dinyatakan dengan ph dan kapasitas keasaman dinyatakan dengan takaran H+ terdesosiasi ditambah H- tidak terdesosiasi dalam sistem. Sistem tanah yang dirajai oleh ion-ion H+ akan bersuasana asam.
Penyebaba keasaman tanah adalah ion H+ dan Al3+ yang berada dalam larutan tanah dan kompleks jerapan. Kedua kation ini mempengaruhi keasaman tanah dengan cara berbeda. Perbedaan itu berkaitan dengan sumber dan watak muatan yang menjerap kation-kation itu.(Buckman dan Brady,1972)

Tabel Kelas pH tanah

No
Uraian
Ph Tanah
1
Sangat Masam
< 4,5
2
Masam
4,5 – 5,5
3
Agak Masam
5,6 – 6,5
4
Netral
6.6 – 7,5
5
Agak Alkalis
7,6 – 8,5
6
Alkalis
> 8,5
                                                Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre

Tabel Kemasaman Tanah  Berdasarkan Kelas Lahan

No
Uraian
Ph Tanah
1
S1
5,0 – 6,0
2
S2
4,0 – 5,0
6,0 -6,5
3
S3
3,5 – 4,0
6,5 – 7,0
4
N
< 3,5
> 7,0
                                  Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
 d.  C-organik:
Apabila prosentase kandungan C-organik tanah:
·           Lebih dari 0,4% maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1
·           Sama dengan 0,4%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2.


8.  TOKSISITAS
Karakterisitik lahan dari variabel Toksisitas (xc) ditentukan dari karakteristik: Salinitas (dS/m), yaitu apabila salinitas:
  • Kurang dari 4 (dS/m) maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
  • Antara 4 dS/m s/d 6 dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
  • Antara 6 dS/m s/d 8 dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
  • Lebih dari 8 dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.

9. SODISITAS
Karakterisitik lahan dari variabel Sodisitas (xn) ditentukan dari karakteristik: Prosentase Alkalinitas atau Prosentase ESP, yaitu apabila prosentase alkalinitas
  • Kurang dari 15%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
  • Antara 15% s/d 20%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
  • Antara 20% s/d 25%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
  • Lebih dari 25%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.

10.  BAHAYA SULFIDIK
Karakterisitik lahan dari variabel Bahaya Sulfidik (xs) ditentukan dari karakteristik: Kedalaman Sulfidik (cm), yaitu:
Apabila kedalaman sulfidik:
  • Lebih dari 100 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
  • Antara 75 cm s/d 100 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
  • Antara 40 cm s/d 75 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
  • Kurang dari 40 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.
11.  BAHAYA EROSI
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi 


      a.  Kelerengan
Secara umum kelerengan lahan dihitung berdasarkan % tase dan relief muka bumi seperti pada table berikut :

Tabel Kelas Lereng Lahan

No
Relief
Lereng (%)
1
Datar
< 3
2
Berombak/agak melandai
3-8
3
Bergelombang/melandai
8-15
4
Berbukit
15-30
5
Bergunung
30-40
6
Bergunung curam
40-60
7
Bergunung sangat curam
> 60
                                    Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre

Karakterisitik lahan dari variabel Kelerengan ditentukan dari karakteristik lereng relief muka bumi berdasarkan kelas lahan untuk kelayakan kesesuaian lahan

Tabel Prosentase Lereng

No
Lereng %
Uraian
Kelas
1
0 - 8
- Datar
- Berombak/agak melandai
S1
2
8 - 15
- Bergelombang /Melandai
S2
3
15 - 30
- Berbukit
S3
4
> 30
- Berbukit
- Bergunung
- Bergunung curam
- Bergunung sangat curam
N
                     Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)


b. Bahaya Erosi
Karakterisitik lahan dari variabel Kelerengan ditentukan dari karakteristik bahaya erosi pengikisan permukaan tanah.

Tabel  Bahaya Erosi Pengikisan Permukaan Tanah


No
Tingkat Bahaya Erosi
Kode
Jumlah Tanah Permukaan yang Hilang (cm)
Kelas
1
Sangat Ringan
sr
< 0,15
S1
2
Ringan
r
0,15 – 0,9
S2
3
Sedang
s
0,9 – 1,8
S2
4
Berat
b
1,8 – 4,8
S3
5
Sangat Berat
sb
> 4,8
N
                             Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)


12.   BAHAYA BANJIR
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)

Tabel  Kelas Bahaya Banjir


Symbol
Klas Bahaya Banjir
Kedalam Banjir (x)
Dalam (cm)
Lama Banjir (y)
(Bulan/Tahun
Kelas
F0
Tidak Ada
Dapat diabaikan
Dapat diabaikan
S1
F1
Ringan
< 25
< 1
S2
25-50
< 1
50 - 150
< 1
> 150
< 1
F2
Sedang
< 25
1- 3
S3
25-50
1- 3
50 - 150
1- 3
> 150
< 1
F3
Agak Berat
< 25
3 - 6
N
25-50
3 - 6
50 - 150
3 - 6
F4
Berat
< 25
> 6
N
25-50
> 6
50 - 150
> 6
> 150
1- 3
> 150
3 - 6
> 150
> 6

Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre




PEDOMAN PENGHITUNGAN KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT

Tabel Kondisi Fisik Lahan Sebagai Factor Pembatas

No
FAKTOR PEMBATAS
LAHAN


S1
S2
S3
N-1
1
Ketinggian Tempat





Letak dan Tinggi Tempat (m)
0 – 200
200 - 300
300 - 400
> 400
2
Iklim





Curah hujan / Thn / (mm)
>1.700
1.700 –1.450
1.450–1.250
< 1.250

Temperature ( C )
23 – 25
23 - 25
23 - 25
23 - 25

Jam penyinaran matahari
6
6
6
6

Kelembaban ( % )
80
80
80
80

Bulan Kering
< 1
1 - 2
2 - 3
> 3

Angin
Lemah Sedang
Lemah Sedang
Lemah Sedang
Lemah Sedang
3
Bentuk Wilayah





Lereng
0 – 15
16 - 25
25 - 26
36

Drainage

Baik, sedang

Agak terhambat
Agak cepat
Cepat terhambat
Sangat cepat,
 sangat terhambat,
selalu terhambat
4
Tanah





Tekstur
SiL, SCL, SiCL, CL
L, SL
L, LS
Cl, S

Batuan Kerikil
< 3
3 - 15
15 - 40
< 40

Kedalaman Efektif Tanah
< 100
50 - 100
25 - 50
< 25

Kedalaman Solum Tanah
100
80
60- 80
< 60

Kedalaman air (cm)
80
60 - 80
50 - 60
40 - 50

PH
5,0 – 6,0

4.0 – 5,0
6,0 – 6,5
3.5 – 4,0
6,5 – 7,0
< 3,5
> 7,0
            Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)































No comments:

Post a Comment