A. PENDAHULUAN
Hama tanaman dapat didefenisikan sebagai binatang
yang memakan tanaman dan secara ekonomis merugikan. Dari keseluruhan hama
tanaman, klas Insecta merupakan bagian yang terbesar. Insecta merupakan hama
tanaman yang sangat mudah berpindah dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap
lingkungan baru. Selain itu insecta cepat berkembang biak, apalagi pada kondisi
yang menguntungkan. Hama tanaman dapat dikendalikan dengan berbagai cara,
antara lain penggunaan varietas resisten, kultur teknis dan pengendalian secara
kimiawi.
Prinsip-prinsip dalam pengendalian hama adalah :
- Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
- Pengendalian secara mekanis sebagai pilihan pertama.
- Pengendaliaan terpadu dengan musuh alaminya.
- Pilihan akhir : pestisida
- Sistem yang digunakan adalah sistem pengamatan dini (Early Warning System = EWS).
- Mengamati secara teratur tingkat serangan (sensus umum/global dan sensus efektif)
- Pemetaan tingkat serangan.
- Tindakan pengendaliaan.
·
Setora nitens
·
Setothosea asigna
·
Thosea bisura
·
Pioneta diducta
·
Dana trima
a. Fisiologi
Gambar Telur S. asigna van Ecke
Gambar Telur S. asigna van Ecke
S. asigna van Ecke termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, family Limacodidae, genus Setothosea, dan spesies S.
asigna van Ecke (Sudharto, dkk, 2005).
Telur diletakkan berderet 3-4 baris
sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah 16-17. Satu tumpukan telur terdiri dari 44 butir dan
seekor ngengat betina
selama hidupnya mampu menghasilkan telur 300-400 butir.
Telur biasanya menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Telur pipih dan berwarna kuning muda
(Buana dan Siahaan, 2003).
Gambar Ulat Api
Larva yang baru
menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Ulat
pada instar 2-3 memakan daun mulai dari ujung ke arah pangkal daun. Selama
perkembangannya ulat berganti kulit
7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas
400 cm2. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan
bercak-bercak yang khas (berbentuk
pita yang
menyerupai piramida) pada bagian
punggungnya.
Selain itu juga pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang
kokoh. Ulat instar terakhir (instar 9) berukuran
panjang 36 mm dan lebar 14 mm. Stadia
ulat ini berlangsung
selama 49-53 hari (Buana dan Siahaan, 2003).
Gambar Kepompong
Gambar Kepompong
Kepompong berada dalam
kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat
telur dan berwarna cokelat gelap serta dijumpai pada bagian tanah yang
gembur di sekitar piringan tanaman
kelapa sawit atau bahkan pada celah-celah
kantung pelepah yang lama. Kokon jantan atau betina masing-masing berukuran
16 x
13
mm dan 20 x 16,5 mm.
Stadium
kepompong berlangung 39 hari
(Buana dan Siahaan, 2003).
b. Daur Hidup Ulat Api S. asigna van Ecke
Larva dari S.
asigna ini aktif merusak daun
tanaman kelapa sawit pada instar 3-5. Pupa dari S. asigna berada di tanah
sekitar piringan tanaman kelapa
sawit dan juga di dalam kantung-kantung pelepah tanaman kelapa sawit. Imago
yang dihasilkan dari pupa berupa ngengat yang umumnya aktif di malam hari. Perkembangan hama ini mulai dari telur hingga menjadi ngengat
berkisar antara
92-98 hari (Buana dan Siahaan,
2003).
c. Gejala Serangan Ulat Api
Gambar Gejala Serangan Ulat Api
Ulat muda (di bawah instar 3) biasanya bergerombol di sekitar tempat
peletakkan telur dan mengikis daun mulai dari perukaan bawah daun kelapa sawit, serta meninggalkan epidermis daun bagian
atas. Bekas serangan terlihat seperti
jendela-jendela memanjang pada helaian daun.
Mulai instar ketiga biasanya ulat
memakan
semua helaian daun
dan
meninggalkan lidinya
saja (Buana dan Siahaan, 2003).
Serangan ulat ini biasanya mulai dari pelepah daun yang terletak
di strata tengah dari tajuk
kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih muda atau lebih atas.
Tetapi pada serangan yang lebih berat daun yang tua sekalipun
dimakan juga oleh S. asigna tersebut. Pada serangan yang berat, semua helaian daun
dimakan oleh S. asigna dan hanya tinggal pelepah beserta
lidinya saja. Gejala
serangan ini sering disebut gejala
melidi (Buana dan Siahaan, 2003).
d. Pengamatan Serangan
Sensus Umum/Global
- Pusingan atau rotasi 1 kali/bulan, 1 pohon/ha.
- Pelepah pada pohon contoh diamati. Pada tanaman muda daunnya cukup digantol/dikait dan pada tanaman tua pelepahnya dipotong.
- Dihitung ulat, telur dan kepongpongnya kemudian dijumlahkan.
- Pada populasi ulat tinggi, penghitungan pada sebelah pelapah kedua x2
- Tentukan kelas serangannya, TBM 0,4 HK/ha. TM 0,2 HK/ha.
Sensus Efektif
- Dilakukan bila tingkat serangan hama pada umumnya mencapai kelas S (sedang)
- Sensus dipercepat 1 kali tiap 2 minggu.
- Pohon contoh ditambah menjadi 6 pohon/ha dengan menambah titk sensus menjadi selang baris 6 dan selang pohon 6.
- Caranya seperti pada sensus global.
Tabel Kelas serangan Ulat
Jenis Ulat
|
TBM
|
TM
|
||||
R
|
S
|
B
|
R
|
S
|
B
|
|
Ulat Api
|
||||||
Setora nitens
Setothosea asigna
Thosea bisura
Ploneta diducta
Dama trima
|
<3
<7
<15
|
3-4
7-9
15-24
|
>5
>10
>25
|
<7
<15
<35
|
7-9
15-19
35-49
|
>10
>20
>50
|
Ulat Kantong :
|
||||||
Mahasena
Metisa plana
Crematopsyche pendula
|
<3
<25
<30
|
3-4
25-34
30-44
|
>5
>35
>45
|
<7
<50
<65
|
7-9
50-69
65-89
|
>10
>70
>90
|
R
=ringan, S = sedang, B =berat
dimana merupakan ambang batas /kritikal level.
e. Pengendalian
Cara Mekanis
• Pada tanaman muda 1-3 tahun.
• Bila luas serangan sampai 25 ha,serangan katagori ringan.
• Yang dikutip,ulat,kepompong,telur.
• Alat : galah, kantung plastik,lampu perangkap. 0,04 HK/ha
Cara Biologis
· Dengan insektisida biologis seperti Bactospeine, Dipel WP, Thuricide HP, Florbac, Xentare. 0,1 HK/ha, Dosis : 300-800 gr/400 ltr air/ha.
· Dengan Predator Alami dan Parasitoid
Gambar Imago E. furcellata
Gambar Imago E. furcellata
Predator alamai, Salah satu dari penemuan – penemuan tersebut adalah ditemukannya predator Eocanthecona furcellata. Dari hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat disimpulkan bahwa predator ini merupakan predator ulat pemakan daun kelapa sawit yang potensial, perlu dikembangkan dan disebarluaskan di perkebunan kelapa sawit (Purba dkk., 1986). Predator E. furcellata merupakan predator yang sangat berguna bagi pengendalian hama ulat api di perkebunan kelapa sawit. Kemampuannya dalam memangsa ulat api dilapangan, serta siklus hidupnya yang singkat dan kemampuan reproduksi yang tinggi membuat predator ini sangat potensial untuk diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api. Selain itu, pengendalian dengan menggunakan predator ini dapat berlangsung secara berkesinambungan atau terus menerus di alam
Imago dari predator ini mempunyai ukuran, jantan panjangnya 11,30 mm dan lebar 5,36 mm (5,16 – 5,66 mm); betina sedikit lebih besar dengan panjang 14,65 mm (13,83 – 15,50 mm) dan lebar 6,86 (6,50 – 7,16 mm). Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, cukup cerah dengan warna hijau berkilau terutama pada bagian scutellum. Imago mempunyai perbesaran pada tibia, inilah yang membedakannya dengan genus Cantheconidea (Sipayung dkk., 1991). Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai tanduk yang disebut humeral tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari serangga tersebut ( Miller, 1956 ; Kalshoven, 1981).
Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, dan Chaetexorista javana. Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Turnera subulata, Turnera ulmifolia, Euphorbia heterophylla, Cassia tora, Boreria lata dan Elephantopus tomentosus. Oleh karena itu, tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan dimusnahkan. Tiong (1977) juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat mengurangi populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat.
· Dengan musuh alami : virus yang dapat menginfeksi ulat. Caranya : 50-100 ulat terinfeksi dikumpul kan, di blender, kemudian disemprot kan ke areal. Ciri ulat terinfeksi yaitu tubuhnya bengkak, warna tubuh pudar atau transparan seperti berisi air terdapat lapisan warna putih susu.
Tabel Insectisida
Jenis Ulat
|
Nama Dagang
|
Bhn Aktif
|
ml/gram
/ha
|
Sifat Kerja
|
Cara
|
Ulat Api
Ulat Kantong
Ulat Api
dan Ulat Kantong
|
Cimbush 5 EC
Ripcord 5 EC
Matador 25 EC
Ambush 2 EC
Sumisidin 5 EC
Fostak 15 EC
Bayrusil 250 EC
Ekalok 25 EC
Agrothion 50 EC
Sumithion 50 EC
Azodrin 60 WSC
Dipterex 95 SP
Decis 2,5 EC
Sherpa 50 EC
Hostathion 40 EC
Azodrin 15 WSC
Tamaron 200 LC
Monitor 200 L
|
Sipermetrin
Sipermetrin
Sipermetrin
Permetrin
Fenfalerat
Alfametrin
Kuinalfos
Kuinalfos
Fenitrofin
Fenitrofin
Monokrotos
Triklorfon
Deltametrin
Sipermetrin
Triazofos
Monokrotofos
Metamidofos
Metamidofos
|
200-300
200-300
100-200
1000
1000
300-400
750-1000
750-1000
1000-1500
1000-1500
600
1000
100-200
500-750
10-20/pk
15-20/pk
|
P + K
P + K
S + K,P
P,K
K
K
S
P + K
P + K
PK
S
|
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot
Semprot
Semprot
Semprot,kabut
Semprot,kabut
Semprot
Infus akar
Infus akar
Infus akar
|
S = Sistemik P = Racun Perut K = Racun Kontak
Cara Kimia
- Dilaksanakan bila tingkat serangan pada kelas sedang-berat.
- Daerah yang disemprot berdasarkan hasil peta serangan dari sensus global/efektif.
- Penyemprotan harus merata membasahi helaian anak-anak daun terutama permukaan bawah.
Dengan Mist Blower
Dengan Fogging
- Penyemprot berada pada piringan 1 pohon, semprotan diarahkan berkeliling terhadap 6 pohon diseputarnya
- Penyemprot bergerak kearah pohon berikutnya mela lui pasar pikul, akhirnya setiap pohon akan mendapat semprotan dari 6 arah.
- Penyemprot berjalan di pasar pikul. Laras diarahkan kebelakang sambil digerakan ke kanan/kiri
- Bila tanaman sudah tinggi penyemprot berjalan pada setiap 2 pasar pikul (1 kali jalan untuk 4 baris tanaman, 2 kiri dan 2 kanan
2. ULAT KANTONG
·
Mahasena corbetti
·
Metisa plana
·
Cremathophysche (Pteroma) pendula
a. Fisiologi
Ulat kantong termasuk dalam famili Psychidae. Tujuh spesies yang pernah
ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah Metisa
plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula, Brachycyttarus griseus, Manatha albipes, Amatissa sp.
dan Cryptothelea cardiophaga (Norman
et al., 1995). Jenis ulat
kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah Metisa plana dan Mahasena corbetti.
b. Daur Hidup
Gambar Ulat Kantong
Gambar Ulat Kantong
Ciri khas ulat
kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal
dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah
serangan (Norman et al., 1995).
Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies
ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan
akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik
serangga jantan.
Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan
berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus
permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait
di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari.
Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan
telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu
18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir
perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong
15-17 mm.
Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal
dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat M.
corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir
(Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru
menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga
mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat
sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang agak
kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan
kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada
permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung
di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya,
ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm.
Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam
kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar
126 hari.
Pengetahuan tentang
siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen pengendalian hama
ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat
sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat.
Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik
untuk pengelolaan hama.
c. Dampak Serangan
Serangan ulat kantong
ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti terbakar.
Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%. Tanaman
pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung
berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini
mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang
lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.
d. Pengandalian
Biologis
Parasitoid dan
Predator memiliki potensi untuk mengendalikan hama secara biologi. Manipulasi
lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan
memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.
Basri
et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea
metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia
intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan
Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum
conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia
cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides.
Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia
heterophylla dan Ageratum conyzoides.
Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia
cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius
anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui
tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang
paling disukai oleh predator Metisa plana.
Parasitoid primer dan
sekunder, serta predator mempengaruhi populasi Metisa. plana. Diantara parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47
hari) sedangkan hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea metesae merupakan
parasitoid paling penting (Basri et al.,
1995) yang berkembang baik pada tanaman Cassia cobanensis, termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini
akan bermanfaat karena memberikan nektar untuk parasitoid.
Pengendalian Secara Kimiawi
Ulat kantong dapat
dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan
insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack sprayer dapat digunakan untuk
penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat
menggunakan fogging atau
injeksi batang. Monocrotophos dan methamidophos merupakan dua insektisida
sistemik yang direkomendasikan untuk injeksi batang (Hutauruk dan Sipayung,
1978). Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin
harus diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat
ini sudah tidak dikeluarkan lagi.
Tabel Fisiologi Hama Ulat
HAMA
|
UKURAN
ULAT
|
S I K L U S H I D U P
|
|||||||
Ulat
1
cm
|
Ulat 2
cm
|
Ulat
3
cm
|
Telur
(hari)
|
ULAT
|
Kepompong
(hari)
|
Jumlah
(hari)
|
Rata-rata
(hari)
|
||
hari
|
instan
|
||||||||
U. Api
S.nitens
T.Asigna
T.Bisura
T.Vetusta
D.Trima
P.Didusia
U.kantong
M.corbetti
M.plana
|
< 1
< 1
< 1
< 1
< 1
< 1
< 1
< 1
|
1 – 3
1 – 2
-
-
-
-
1 – 2
-
|
> 3
> 2
> 2
> 2
> 2
> 2
> 2
> 1
|
5 – 7
4 – 8
5 – 9
5 - 8
3 - 5
4 - 8
10 – 25
15 - 21
|
18 – 32
45 – 59
22 – 35
43 – 55
26 – 33
30 – 37
60 – 120
47 - 56
|
8 – 9
8 - 9
7
8
7
7
11 – 12
4 - 5
|
17 – 31
37 – 42
14 – 18
20 – 29
10 – 14
11 – 14
23 – 40
21 - 30
|
40 – 70
86 – 109
47 - 62
60 - 92
39 – 52
45 – 47
93 – 185
83 - 107
|
58
96
55
80
48
46
125
94
|
C.Pendula Sedikit lebih singkat dari siklus M.
Plana
|
Ket : Ulat 1 (Ulat Kecil), Ulat 2 (Ulat sedang), Ulat 3
(Ulat Besar)
Tabel Media Hidup
ULAT
|
Tempat
Berkepompong
|
Bagian tajuk yang diserang
|
S. Nitens, T. Asigna
|
Ditanah
|
Tajuk sebelah bawah
|
T. Bisura, T. Ventusta,
D. Trima, P.
diducta
|
Diketak daun
|
Tajuk sebelah bawah
|
M.Corbetti, M. Plana,
C. Pendula
|
Dalam kantong
|
Tajuk sebelah atas
|
B. HAMA KUMBANG
1. KUMBANG MALAM Apogonia sp dan Adoretus sp
a. Daur Hidup
Telur berbentuk lonjong. Setelah menetas menjadi
lundi / larva, hidup di dalam tanah pada
sisa-sisa tanaman yang membusuk. Setelah lundi besar, dia masuk ke
dalam tanah lebih dalam lagi
dan menyerang
akar tanaman
serta rumput- rumputan. Kemudian membentuk kepompong yang panjangnya ± 15 mm.
b. Fisiologi
Kumbang berwarna hitam mengkilat, kadang-kadang
kilau coklat lembayung atau
hijau, panjangnya 7-10 mm. Seekor betina dapat menghasilkan telur 40 butir yang
diletakkan di bawah serasah atau di dalam tanah dengan
kedalaman 2,5-5 cm.
c. Tingkat Serangan
Hama ini pada umumnya hanya
terdapat di pembibitan, bagian yang terserang yaitu tanaman muda, baik di
pembibitan maupun di lapangan, dan stadium hama yang merugikan yaitu pada
tingkatan dewasa/imago berupa kumbang.
Kumbang Adoretus sp
dewasa menyerang daun dan memakan sebagian kecil dari daun bagian tengah nya,
sementara kumbang apogonia sp dewasa mulai menyerang bagian pinggir dan
menyebabkanrobekan besar pada pinggir helaian daun.
Pengamatan rutin tidak perlu
dilakukan, tetapi jika ada serangan dan populasi hama melampai tingkat populasi
kritis maka perlu dilakukan tindakan pengendalian.
Di pembibitan tingkat serangan
kumbang Adoretus sp rata rata
pada populasi kritis adalah berkisar 5 – 10 ekor kumbang
Sementara pada kumbang Apogonia
sp pada fase krits adalah 10-20
ekor.
d. Pengendalian
Pengendalian pada stadium
larva sulit dilakukan sehingga pengendalian hanya di tujukan pada kumbang nya
saja, pengedalian di lakukan dengan penyemprotan larutan insektisida.
·
Thiodan 35 EC
(Bahan aktif Endosulfan) dengan konsentrat 0,2%
·
Sevidan 70 WP
(Bahan Aktif Endosulfan) dengan konsentrat 0,2%
Penyemprotan larutan insektisida dilakukan pada
sore hari sampai pukul 21.00 dengan rotasi 1 – 2 kali seminggu.
·
Temik 10 E (Bahan
Aktif Aldikarb) Dosis 4g/polybag/bulan
·
Sevidol 10 Gr per
pohon
Ditabur ditepi
kantong sekitar pokok dan dibenam (sebelum bibit ditanam)
Secara umum tingkat serangan
kumbang adoretus sp dan Apogonia sp akan berkurang bila tanaman kacang kacangan
penutup tanah (LCC) sudah menutupi areal penanaman dengan sempurna.
2. KUMBANG KELAPA /Kumbang Tanduk Oryctes rhinoceros
a. Daur Hidup
Daur hidup Oryctes sp rata-rata
pada stadia telur 9-14 hari larva 74-160 hari pupa 17-23 hari, Imago tidak
aktif 13-23 hari dan imago aktif sampai mati 86-139 hari (PPM,1985). Daur hidup yang
panjang merupakan hama yang sangat potensial dapat merugikan tanaman Kelapa
Sawit. Hama Oryctes sp merupakan hama utama pada areal replanting tanaman
Kelapa Sawit kumbang Orites sp umumnya menyerang tanaman Kelapa Sawit yang
berumur <2 th (Research PSM1,1991).
b. Habitat
Tanaman Replanting yang tidak di bakar (zero burning) sangat rawan terhadap
serangan hama Oryctes rhinoceros, karena tumpukan dari batang sawit yang di
tumbang merupkan media yang baik untuk berkembangbiaknya hama kumbang Oryctes
sp
c. Serangan
Kumbang ini menggerek jaringan pucuk melalui salah satu ketiak pelepah, setelah
masuk merusak pelepah daun yang belum terbuka (bila daunnya muncul bentuknya
seperti digunting menyerupai kipas). Seekor kumbang mampu tinggal 1 minggu dan
merusak 4 pelepah. Pada tanaman < 2 tahun sangat bahaya karena dapat merusak
titik
tumbuh.
Kelas Serangan
·
Ringan (R) : digerek, pucuk
belum rusak
·
Sedang (S) : digerek, pucuk rusak tapi tumbuh lagi
·
Berat (B) : digerek, pucuk tidak
tumbuh
d. Pengendalian
Mekanis
·
Mengutip/mengambil kumbang dengan kawat kait seperti pancing. 1 hari/3 hari. 2 HK/ha.
·
Sarang yang ada disekitarnya dibersihkan dan bila ada larva dihancurkan.
Pengendalian
Kimiawi
Insektisida Tabur
·
Dengan insektisida golongan carbofuran yanitu Furadan 3 –
G ( curater 3- G ) yang ditaburkan merata pada ketiak-ketiak daun yang langsung
mengelilingi daun pupus. Pusingan aplikasi 3 x sebelum ditetapkan setiap
tanggal 5, 15 dan 25 (jika kebetulan hari libur supaya digeser).
Dosis Aplikasi
No
|
Umur
|
Dosis/Pohon/Aplikasi
|
1
|
0 - 1
|
5 – 7,5 gram
|
2
|
2
|
7,5 – 10 gram
|
3
|
> 3
|
10 –
12,5 gram
|
Insektisida golongan
lain yang dapat digunakan jika insektisida tersebut dalam 3. 1. a. tidak
tersedia, adalah Basudi 3-G, Sevidol 4/4 G, Cytrolene 2-G. Dosis dan pemakaian sama dengan furadan 3-G,
hanya penaburannya pada ketiak daun jangan langsung mengenai daun pupus.
Lubang bekas gerakan
oryctes pada pokok-pokok yang sempat diserang supaya disumbat agar pucuk tetap
tumbuh normal keatas dan tidak menerobos kesamping mengikuti lubang
tersebut.
-
Insektisida
Semprot
Untuk menghindari munculnya serangan, di lakukan langkah pencegahan secara
chemis dengan penyemprotan Sipermetrin (Ripcord) dengan kosentrasi 1,4 %
terhadap semua pokok. Pelaksanaanya yaitu dengan melarutkan 210 cc ke dalam 15
liter air (1 keep) kemudian larutan di semprotkan sebanyak lebih kurang 100 cc
per pokok dengan menggunakan nozle cone, penyemprotan di lakukan pada pucuk tanaman
sehingga larutan tersebut dapat mengalir turun ke pupus kelapa sawit. Ini di
lakukan karena hama Oryctes umumnya menyerang dan bersarang pada pupus tanaman
kelapa sawit. Penyemprotan dengan Sipermetrin (Ripcord) pada tahap pertama di
lakukan sebanyak 2 (dua) rotasi penyemprotan selanjutnya apabila terjadi
serangan hama Oryctes sp
B.
TIKUS
1. Batasan Serangan
- Diareal belum menghasilkan, tikus memakan pelepah terbawah tanaman sehingga menunjukkan karakteristik yaitu, pelepahnya terkulai ditanah kadang kala tikus juga memakan tunas muda sehingga mengakibatkan matinya tanaman.
- Kerusakan disebabkan oleh tikus sangat berpengaruh di tanaman yang menghasilkan, baik buah mentah maupun masak dimakan, brondolan dibawah pergi dan dimakan sebagian.
- Tikus juga dapat menyebabkan kerusakan yang berarti pada daun dengan mencabik daun untuk sarangnya
- Jika tidak dikendalikan tikus dapat meningkat dari tingkat yang dapat ditoleransi yaitu 60 ekor meningkat menjadi 300 per ha dalam waktu 6 bulan. Pada tingkat serangan seperti ini 5 – 15% produksi hilang pada daerah yang diserang. Pada keadaan ini populasi bertambah semakin cepat menjadi 600-1500 per ha dan kehilangan hasil mencapai 30% atau lebih.
2. Pengamatan serangan
· Sensus
serangan tikus harus dilakukan jika tampak ada serangan berat, areal harus
dibagi menjadi blok-blok dengan luas 20 ha, intensitas sensus adalah satu baris
untuk tiap 10 baris, dan hanya serangan baru baik pada buah masak maupun mentah
·
Pelaksanaan
pengendalian harus dilakukan jika “serangan baru” lebih besar 15% atau 20 pohon
per ha
3. Strategi
Pengendalian
a. Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM)
- Jika dijumpai kerusakan di pembibitan pemberian umpan hanya dibatasi sekeliling areal diserang, dengan interval 3 -5 hari dalam barisan polibag dengan umpan antikoagulan.
- Untuk areal penanaman baru, dengan meletakkan umpan antikoagulan pada setiap titik tanam ke tiga kira kira 1 bulan sebelum penanaman, dan umpan yang dimakan harus diamati dan di catat
- Jika umpan yang dimakan menunjukan populasi jumlah tikus, maka program pemasangan umpan lanjutan di areal yang menghasilkan harus dimulai
- Dapat juga dipasang kawat ayam pada leher bibit
b. Tanaman Menghasilkan (TM)
- Jika tingkat serangan melebihi ambang yang ditetapkan pada blok-blok tertentu, harus dilakukan pengendalian
- Satu umpan diletakkan di setiap piringan di daerah yang bermasalah
- Gantilah setiap umpan yang hilang setiap 3-4 hari, sampai jumlah yang harus diganti menjadi 20% dan tidak ada lagi serangan baru.
- Daerah yang harus diberi umpan adalah daerah dan areal terserang ditambah sedikit perluasan
- Jika jumlah umpan yang hilang tinggi dan jumlah serangan baru juga tinggi maka pengumpanan harus dilanjutkan sampai jumlah umpan yang dimakan lebih kecil dari 20%
- Pengendalian harus dilakukan secara tuntas, pelaksanaan yang setengah setengah hanya akan membuang waktu dan uang.
- Disaat pemberian umpan dilarang memegang umpan langsung dengan tangan sebab bau tangan akan membuat tikus enggan memakan umpan (gunakan sarung tangan).
4. Pemberantasan dengan Umpan Beracun
a. Bahan Bahan Racun
Terdiri dari
rodentisida yang bersifat kronis (beberapa kali dimakan baru mati) seperti
Racumin, Warfarin, Tomorin, pemakaian secara silih berganti. Golongan lain
adalah Zine Phosphide, Parathion, Silmurin terutama digunakan untuk kampanye
penyisipan terakhir saja karena sifatnya akut (sekali makan terus mati).
b. Bahan Pencampur/Pengisi
Bahan pengisi terdiri dari 3
macam yaitu :
·
Hidrat arang ( seperti jagung, beras pecah, dedak, minyak
sawit, minyk kelapa, kepala ikan asin, hancuran udang. )
·
Bahan perangsang ( ajinomoto, vanili, syrup ). dan,
·
Bahan perekat ( lilin ).
Tabel Standard Pencampuran Racun
No
|
Ramuan
|
Bahan
|
Berat/Kg
|
Keterangan
|
1
|
Pengisi 95%
|
Parafin/Lilin
|
24,0
|
100
kg campuran cukup ubtuk 30 Ha daerah serangan, pemasangan dan penyisipan
untuk 1 kali pusingan
|
Minyak
Sawit
|
21.0
|
|||
Tepung
Jagung
|
45,0
|
|||
Gula
|
4,0
|
|||
Ajinomoto
|
0,2
|
|||
Vanili
|
0,5
|
|||
2
|
Racun 5%
|
Racumin
|
5,0
|
|
J u m l a h
|
100
|
· Pembuatan resep harus berpedoman kepada komposisi
standard, misalnya jagung diganti beras, minyak sawit dengan kelapa, gula
dengan kepala ikan asin, vanili dengan hancuran udang pukul dan sebagainya.
Demikian pula pemakaian racunnya harus diganti, namun % dalam komposisi harus
tetap 5 %.
c. Pengadonan.
Urutan pekerjaan
pembuatan umpan adalah sebagai berikut :
- Pertama, parafin dipanaskan ditempat terpisah sampai mencair, setelah itu baru dituangkan ketempat pengadonan.
- Masukan bahan minyak sawit ke tempat pengdonan sambil diaduk.
- Masukan pula bahan pengisi lainnya dan aduk rata.
- Tunggu suhu adonan turun sampai 55 derajat celsius. (ukur dengan Thermometer).
- Setelah itu suhu adonan 55 derajat celsius, masukan racun (rodentisida) sedikit demi sedikit sambil diaduk, sehingga diperoleh adonan yang homogen, siap di cetak.
d. Cara Pemasangan Umpan
·
Pasang perangkap/lem ditempat tikus
biasa lewat
·
Pasang
umpan beracun tiap pohon. Bila umpan yang hilang kurang dari 15%
pemasang dihentikan
·
Bongkar dan hancurkan sarang tikus
5. Pemberantasan Dengan Predator Alami
Tikus punya predator alam yakni antara lain :
·
Ular
·
Burung
Hantu
C.
BABI
Babi hutan digolongkan sebagai hama karena merusak
tanaman perkebunan dan pertanian. Biasanya, hama ini memakan tanaman yang muda
atau membuat lubang besar di batang pohon utama sehingga pohon lama-kelamaan
akan mati.
Pengendalian Hama Babi
1.
Pengendalian Langsung
a. Jerat.
Pemasangan jerat harus lebih giat dilakukan pada
saat anak babi hutan sudah berhenti menyusu. Kelahiran anak babi terbesar
terjadi sekitar bulan Januari-Februari, sehingga diperkirakan anak babi hutan
akan berhenti menyusu sekitar bulan Juli.
Jumlah jerat yang dipasang untuk 1 ha sebanyak 2-5 buah
dan apabila dipasang pada jalan-jalan babi, setiap 500 m dipasang 1 jerat.
- Di sekitar lokasi pemasangan jerat dipasang tanda bahaya
- Untuk menghilangkan bau manusia, jerat dilumuri dengan lumpur
- Jerat yang lokasinya dekat diperiksa setiap hari dan apabila lokasi pemasangan jauh diperiksa setiap 2 (dua) hari sekali.
b. Berburu
Perburuan bisa dilaksanakan 1 (satu) kali sebulan,
yaitu pada bulan yang diperkirakan dapat membunuh sebanyak mungkin babi hutan
betina yang sedang bunting atau sedang menyusui, dan babi hutan muda. Gunakan
tanda-tanda adanya kegiatan babi hutan misalnya congkelan tanah, jejak, kotoran
babi hutan serta sisa-sisa tanaman yang rusak sebagai petunjuk bahwa di sekitar
daerah tersebut kemungkinan besar sebagai tempat tinggal babi hutan dan sesuai
untuk berburu.
c. Racun
Penggunaan racun disarankan merupakan pilihan
terakhir, mengingat efek samping yang ditimbulkan oleh racun yang digunakan.
Bahan Aktif Aldicarb Nama Dagang Temik
konsentrat 2 gr termik dan 10 G/potong umpan ubi kayu, ubi jalar.
2.
Pengendalian Tidak Langsung
a. Pembuatan Parit border dengan ukuran minimal dalam 1,5 m dan lebar 1,5 m
b. Pembuatan Pagar Individu paa tanaman muda (kawat berduri ataupun seng)
D.
LANDAK
Landak merupakan salah satu hama perkebunan kelapa sawit khususnya di
daerah pengembangan. Pakan dari landak adalah umbi-umbian, kangkung, dan
beberapa tanaman yang berbatang lunak lainnya termasuk kelapa sawit muda.
Hama ini merusak tanaman kelapa sawit muda dengan cara mengerat pangkal
batang dan memakan jaringan umbut kelapa sawit tersebut. Apabila bagian tanaman
kelapa sawit yang terserang sangat berat dapat mengakibatkan kematian
tanaman.Landak aktif pada malam hari dan bersembunyi di dalam lorong-lorong di
dalam tanah. Pengendalian hama ini dilakukan seperti mengendalikan babi hutan
sekaligus yaitu dengan pemagaran tanaman kelapa sawit secara individual
misalnya dengan pelepah kelapa sawit sebanyak tiga tingkat.
E.
RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus.
1. Habitat
Tanah gambut
merupakan salah satu habitat utama rayap tanah
Coptotermes curvignathus. Jenis rayap lain yang banyak
ditemukan di tanah gambut adalah Macrotermes
gilvus.
Karena
lahan gambut merupakan habitat utama Coptotermes
curvignathus maka tanaman kelapa sawit yang di tanam di daerah
tersebut sangat beresiko terserang hama tersebut. Serangan C. curvignathus merusak kedalam
jaringan hidup tanaman dan akan mengakibatkan kematian tanaman jika rayap
mencapai titik tumbuh tanaman. Sedangkan Macrotermes gilvus hanya berpengaruh
terhadap tanaman jika membangun koloni didekat batang karena mengganggu perakaran
dan dapat mengakibatkan pohon tumbang. Jika koloni M. gilvus jauh dari
pohon maka keberadaannya tidak perlu dikhawatirkan karena jenis rayap ini hanya
memakan jaringan yang mati.
2. Pengendalian
a.
Mekanis
·
Mengumpulkan/menyingkirkan eks batang dan akar kayu
·
Membongkar sarang rayap di tanah dan tanaman mati
b.
Biologis
·
Predator (semut, kecoa, capung,labah2, ikan, kodok, ular)
·
Parasit dari jenis tungau (Cosmogilvus, Histiotoma,
Lemaniella)
·
Patogen (NPV, Nematode, Bakteri, Jamur)
c.
Kimiawi
Penggunaan Termisida/Insektisida Kimia (fipronil 1 x per tahun dan
khlopirifos 2 x per tahun)
Tenaga sensus siap dengan larutan termisida menggunakan alat knapsack
sprayer atau gembor. jika ditemukan pohon terserang rayap, langsung diaplikasi
setelah disanitasi terlebih dahulu.
pohon aplikasi diberi tanda silang dengan cat warna putih selanjutnya
dicatat dalam lembar formulir sensus, hal ini untuk memudahkan evaluasi dan
penentuan rotasi sensus
aplikasi dengan sistem barrier, yaitu dengan cara menyemprot atau menyiram
secara merata pada pangkal batang dan piringan pohon terserang
zona aplikasi pada piringan adalah radius 50 cm, dan pada pangkal batang
sampai tinggi 50 cm dari tanah
Gambar Sawit kena serangan Rayap
No comments:
Post a Comment